
Dalam tradisi hukum Islam, ketaatan terhadap hukum bukanlah semata kewajiban formal, melainkan bagian dari tanggung jawab moral untuk menegakkan keadilan. Hukum dalam Islam tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan negara, tetapi juga antara manusia dengan Tuhan. Prinsip ini menjadikan hukum sebagai sarana untuk menjaga keseimbangan sosial dan spiritual, di mana setiap keputusan hukum harus berorientasi pada kemaslahatan umat (maslahah mursalah).
Konsep kedaulatan hukum dalam Islam berakar pada keyakinan bahwa sumber tertinggi dari hukum adalah Allah SWT, bukan manusia. Namun, dalam konteks negara modern seperti Indonesia, kedaulatan hukum diterjemahkan melalui sistem konstitusional yang disusun oleh manusia. Di sinilah letak tantangan dan peluang: bagaimana mengharmonikan nilai-nilai ilahiah dengan mekanisme hukum positif agar tidak terjadi dikotomi antara hukum agama dan hukum negara.
Hukum Islam mengajarkan bahwa keadilan (al-‘adl) adalah tujuan tertinggi. Karena itu, setiap kebijakan negara harus diuji bukan hanya dari sisi legalitas formal, tetapi juga dari aspek moral dan keadilan sosial. Ketika hukum positif berpihak pada kemaslahatan rakyat, maka ia sejalan dengan nilai-nilai syariat. Sebaliknya, jika hukum dijalankan tanpa ruh keadilan, maka ia kehilangan legitimasi moral yang menjadi dasar hukum Islam.
Dalam konteks hukum tata negara Islam, ketaatan terhadap hukum tidak boleh dipahami sebagai kepatuhan buta kepada kekuasaan, tetapi sebagai komitmen terhadap nilai keadilan yang menjadi fondasi syariat. Oleh karena itu, penting bagi para akademisi dan praktisi hukum untuk terus mengintegrasikan prinsip-prinsip fiqh siyasah ke dalam sistem hukum nasional agar kedaulatan hukum tidak hanya bersifat prosedural, tetapi juga substansial.
CATATAN PENTING
Tulisan diatas adalah hasil generative AI. Bukan tulisan sebenarnya dari sivitas.
ini dibuat untuk kebutuhan dummy website.

