Relasi Syura dan Demokrasi dalam Konteks Ketatanegaraan Islam Modern

Konsep syura atau musyawarah merupakan salah satu prinsip utama dalam sistem pemerintahan Islam yang menekankan pentingnya partisipasi, konsultasi, dan keterbukaan dalam pengambilan keputusan. Dalam konteks klasik, syura berfungsi sebagai mekanisme untuk menampung pendapat para ahli, pemimpin, dan masyarakat agar kebijakan yang diambil sejalan dengan nilai keadilan dan kemaslahatan. Prinsip ini memiliki akar kuat dalam Al-Qur’an, seperti dalam surah Asy-Syura ayat 38 yang menggambarkan umat Islam sebagai komunitas yang urusannya diputuskan melalui musyawarah di antara mereka.

Jika ditarik dalam konteks ketatanegaraan modern, syura memiliki irisan nilai yang sangat dekat dengan demokrasi, terutama dalam hal partisipasi publik dan legitimasi kekuasaan. Demokrasi menekankan kedaulatan rakyat sebagai dasar pemerintahan, sementara syura menegaskan tanggung jawab moral dan spiritual dalam proses pengambilan keputusan. Dengan demikian, keduanya dapat saling melengkapi—demokrasi menyediakan mekanisme formal dan prosedural, sementara syura memberikan dimensi etika dan spiritual agar kekuasaan tidak terlepas dari nilai-nilai keadilan ilahiah.

Dalam praktik ketatanegaraan di negara-negara Muslim, termasuk Indonesia, nilai-nilai syura tercermin dalam prinsip musyawarah untuk mufakat sebagaimana termaktub dalam Pancasila dan UUD 1945. Hal ini menunjukkan adanya kesinambungan nilai antara sistem pemerintahan Islam dan sistem demokrasi modern yang diadopsi Indonesia. Demokrasi Indonesia bukan sekadar produk Barat yang sekuler, tetapi memiliki fondasi moral yang dapat bersenyawa dengan nilai-nilai Islam yang menekankan keadilan, kesetaraan, dan tanggung jawab sosial.

Oleh karena itu, sinergi antara syura dan demokrasi bukan hanya memungkinkan, tetapi juga ideal untuk dikembangkan dalam kerangka ketatanegaraan Islam modern. Tantangannya bukan pada pertentangan konsep, melainkan pada bagaimana menginternalisasi nilai-nilai syura dalam praktik demokrasi agar keputusan politik tidak kehilangan arah moral. Ketika syura dijadikan ruh dalam sistem demokrasi, maka terciptalah pemerintahan yang tidak hanya responsif terhadap suara rakyat, tetapi juga berorientasi pada kemaslahatan umat dan ridha Tuhan.

CATATAN PENTING
Tulisan diatas adalah hasil generative AI. Bukan tulisan sebenarnya dari sivitas.
ini dibuat untuk kebutuhan dummy website.

Scroll to Top